![]() |
Source: freepik.com |
Saya ini adalah salah satu orang yang mendambakan Indonesia bisa jadi
negara yang mengimplementasikan pembayaran non-tunai secara massal. Melihat
negara-negara maju sudah bisa menggunakan ponsel sebagai alat pembayaran,
tinggal tap-tip-tup, saya cuma bisa ngiri dan ngebatin “kapan
Indonesia bisa begitu, nggak repot-repot sama recehan”.
Tapi beberapa tahun belakangan ini, saya bisa agak senyum-senyum
melihat beberapa provider uang elektronik sudah mulai muncul di pasaran.
Mulai dari bank (BCA Sakuku, Mandiri E-cash, BNI Yap! dll), operator
telekomunikasi (Telkomsel dengan T-Cash, Indosat dengan Dompetku (yang
sekarang berubah nama menjadi PayPro), XL Tunai), sampai dengan provider
lain seperti OVO, DOKU, Go-Pay dari Go-Jek, Uangku, dan masih banyak lagi.
Sayangnya sampai sekarang, saya belum merasakan aplikasi-aplikasi
dompet/uang elektronik tersebut belum dapat dimanfaatkan fungsinya secara luas
dalam kehidupan sehari-hari. Karena sebagian besar aplikasi e-money
masih berkutat dengan ekosistemnya masing-masing dan masih menjangkau merchant
yang berskala besar, kalau mau ke warung, yah harus pake recehan lagi.
E-money
favorit saya saat ini sih masih Go-Pay. Selain sebagai salah satu e-money
yang paling populer (berkat Go-Jek tentunya), saya merasa melakukan transaksi
dengan Go-Pay terasa lebih natural gitu, dan implementasinya dalam ekosistem
Go-Jek rasanya sudah cukup baik. Namun itu sebenarnya juga kekurangan menurut
saya, karena ya sekali lagi, Go-Pay saat ini hanya dapat digunakan untuk
transaksi dengan layanan-layanan Go-Jek. Andai saja, kalau Go-Pay ini fungsinya
diperluas, contohnya bisa untuk bayar belanjaan di Indomaret atau Alfamart, ah
saya sih yakin, Go-Pay bisa memimpin pasar uang elektronik.
Kok Kamu Mikir Kayak Gitu Nang?
Go-Jek Udah Populer Duluan
Nama besar Go-Jek otomatis membuat Go-Pay sebagai salah satu fitur
didalamnya juga menjadi populer. Dan dengan kepopuleran Go-Jek tersebut,
membuat Go-Pay selangkah lebih maju dibanding e-money lain dari segi awareness.
Sebut saja OVO, DOKU, dan T-Cash, Sakuku, contoh brand e-money terbesar
saat ini, bukankah masih lebih familiar Go-Pay-nya Go-Jek dibanding mereka?
Strategi Go-Jek untuk menggaet penggunanya menggunakan metode
pembayaran cashless yang mereka luncurkan pada 2016 ini juga bukan
perkara mudah. Di awal-awal, saya sendiri merasa kalau lebih enak bayar cash, “ngapain
coba ribet-ribet top up”, tapi berkat iming-iming harga yang lebih murah
dan promo dimana-mana, toh akhirnya saya tergoda untuk mencoba. Dan setelah
mencoba akhirnya saya tahu, “ini toh rasanya hidup cashless, praktis ya”.
Go-Pay membuat saya setia dengan Go-Jek dan ogah pindah kelain ojol, dan saya
rasa teman-teman juga merasa seperti itu. Walaupun mau bayar via tunai atau Go-Pay,
sekarang nggak beda-beda amat, pokoknya Go-Jek is lyfe.
Go-Pay Bukan Bank, Bukan Pula Operator Seluler
Go-Pay ya punyanya Go-Jek. Nggak ribet, nggak perlu ke bank buat daftar.
Go-Pay tidak punya sekat-sekat harus pakai bank ini, harus pake kartu seluler
itu. Toh walaupun Go-Jek sedang bekerja sama dengan Bank BCA untuk memperluas
jangkauan Go-Pay, Go-Pay tetap punyanya Go-Jek.
Sedangkan e-money lain seringkali terikat dengan sekat-sekat brand
besar yang menaungi mereka. Contohnya, ketika kamu mendengar nama BCA
Sakuku dan Mandiri E-cash, bisa jadi yang terlintas di pikiran adalah “yah,
nggak punya rekening BCA dan Mandiri, daftarnya pasti harus di bank kan”.
Atau mendengar T-Cash, “yah, kartu gue Indosat, nggak bisa pake T-Cash dong”.
Bahkan PayPro sekalipun yang walaupun bisa digunakan lintas operator, berkat branding
yang dilakukan oleh Indosat, seakan-akan PayPro ini eksklusif hanya untuk
pengguna kartu seluler yang identik dengan warna kuning tersebut.
Loh, OVO, DOKU, UANGKU, kagak ada embel-embel Bank
atau Operatornya, apa bedanya?
Seperti yang tadi sudah saya bilang, awareness Go-Pay yang lebih
tinggi di masyarakat awam.
Hmm…
Kabak baiknya, Februari lalu Nadien Makarim mengkonfirmasi telah
bekerja sama dengan Bank BCA untuk memperluas jangkauan Go-Pay dengan mitra
pihak ketiga. Go-Jek sudah berhasil rebranding ojek yang tadinya
merupakan mode transportasi kelas bawah yang dipandang sebelah mata menjadi
salah satu mode transportasi kekinian yang praktis dan tech-savvy. Go-Jek
juga berhasil mengalihkan opang-opang menjadi bagian dari armada mereka. Lalu,
akankan Go-Jek dengan Go-Pay-nya mampu mengubah sistem pembayaran kita yang kolot ini, akankah
Go-Jek dengan Go-Pay-nya mampu membawa warung-warung samping rumah menjadi go
digital, akankan mereka mampu membawa kita menuju cashless society? We’ll
see, not for a long time.
No comments:
Post a Comment